Senin, 31 Oktober 2011

61- Batik Satrio Manah- Tulungagung

Ny. Triana
Batik ‘Satrio Manah’ Berkibar di Tengah Persaingan

Di tengahnya gencarnya setiap kabupaten/kota di Jawa Timur menampilkan produk unggulan, khususnya produk batik, ternyata tidak menggoyahkan usaha kerajinan batik ‘Satrio Manah’ yang terletak di desa Bangoan, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Usaha batik ini tetap berkibar di tengah persaingan batik tanah air.
Adalah Ny.Tiana (51 tahun) pengusaha batik yang mengawali usahanya sejak tahun 1984 itu seakan tidak menghiraukan persaingan terjadi di tengah pasar. Perempuan yang kini mengendalikan 45 orang karyawan itu menganggap rejeki setiap orang selalu datang tidak salah sasaran.
Tahun-tahun awal ketika ia mulai usaha baik, tenaga kerjanya bisa mencapai 100 orang. Kini memang jauh berkurang, tapi omsetnya tetap tinggi. Tenaga kerja yang makin berkurang itu memang akibat terkena imbas krisis moneter 1997 lalu, dan masuknya teknologi batik yang semakin canggih. Ia tidak mau menyebut berapa omsetnya sebulan, tapi dalam 10 hari bisa terjual 300 potong bakalan batik yang nilainya rata-rata Rp 40 juta.
Hasil produksi itu diambil untuk toko-toko batik di seluruh Jatim, Kaltim, Jakarta, bahkan Malaysia dan Singapura. “Kelemahan kami untuk ekspor ke luar negeri memang masih melalui broker tertentu, belum bisa langsung ke konsumen,” jelas Ny.Tiana, Minggu (25/9) lalu di rumah yang sekaligus tempat produksi dan workshop.
Produksi batik Satrio Manah sendiri memiliki khas slogan pekat dan motif tertentu sesuai keinginan konsumen. Usaha ini merupakan satu diantara 10 usaha batik besar yang ada di Tulungagung. Bahkan produksi Satrio Manah motif ‘Berkisar’ pernah memperoleh penghargaan sebagai desain batik terbaik. Juga karya Satrio Manah dipesan khusus sebagai seragam batik pejabat dan panitia pada Hari keluarga Nasional tahun 2010 lalu.
Ny. Triana mengaku pihaknya mempertahankan batik tulis, namun tidak menutup kemungkinan memproduksi batik print, jika pemesan minta demikian, dan dalam kondisi mendadak butuh waktu pendek tapi pesanan banyak.
Perempuan dua putra ini mengaku telah memperoleh bantuan pinjaman pendanaan dari Bank Jatim dengan bunga rendah. Kini mengajukan pinjaman lagi Rp 100 juta dan masih dalam proses. “Pinjaman itu sangat membantu karena bunganya rendah yakni 6 persen setahun.” Jelasnya.
Kesulitan yang dihadapi saat ini adalah masalah bahan baku. Setiap kali ia butuh kain mori untuk bahan dasar batik, harus mendatangkan dari Solo, Pekalongan dan Semarang. Tentu saja butuh waktu dan harga bisa lebih mahal jika di Jawa Timur atau Tulungagung diproduksi kain mori.
“Saya dua minggu sekali mendatangkan 1.000 sampai 2.000 yard yang habis dibuat untuk 450 potong kain batik bakalan,” jelasnya.
Kepala Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar Kabupaten Tulungagung, Drs.Edi Suyanto, Msi menyatakan. Keluhan bahan baku kain mori itu kini tengah dikoordinasikan dengan pihak terkait. Karena menyangkut industri kain skal besar, tentu saja pihak dinas perindustrian baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
Bahkan soal keluhan hak paten yang diajukan Satrio Manah karena ada kesamaan nama dengan industri serupa di Pekalongan, kini tengah diupayakan jalan keluarnya. Apakah ganti nama, logo atau gambarnya. (ji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar