Selasa, 06 September 2011

edisi 59- Seminar Gender Yayayan CNS

Seminar Gender Yayasan Citra Nusantara
Melalui Pendidikan, Mencetak Wanita Mandiri

Rektor Universitas Narotama Surabaya Ir.Hj. Rr. Iswachyu Dhaniarti DS mengatakan, dalam mencetak wanita Indonesia yang mandiri dan profesional bukanlah sebuah langkah mudah untuk diterapkan di Indonesia, terlebih masalah kesetaraan gender belum sepenuhnya menghiasi aspek kehidupan.
Berbicara sebagai narasumber seminar yang digelar oleh Yayasan Citra Nusantara Surabaya di Simpang Hotel Surabaya, Sabtu, (16/7) bertema “Wanita dalam pengambilan sikap untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan gender”, Hj. Yayuk, panggilan akrabnya, mengatakan, untuk mencetak wanita Indonesia yang mandiri adalah melalui pendidikan.
“Banyak contoh, melalui pendidikan yang lebih tinggi wanita bisa berperan lebih. Meski tidak dipungkiri dalam dekade tertentu masih ada wanita yang enggan melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi namun memiliki kemampuan luar biasa,” jelasnya.
Diakuinya, wanita lebih banyak berperan aktif dalam mendidik anak-anaknya, sedang suami lebih banyak sibuk untuk mencari nafkah. Untuk itu, jika menginginkan anak lebih pintar dan cerdas di masa depannya, seorang ibu harus memiliki wawasan yang luas yang nantinya dapat diajarkan kepada anak-anaknya.
Selain itu, cara berfikir seorang ibu yang cerdas akan turun kepada anaknya, begitupula sebaliknya, kemungkinan besar, seorang anak akan rendah kualitasnya, jika ibu tidak pernah mengajarinya sesuatu yang lebih.
“Jadi, jika kita ingin menciptakan keluarga yang memiliki wawasan luas, menjadi wanita yang mandiri, maka wanita harus memiliki wawasan yang luas pula, dengan menimba ilmu, baik secara formal maupun informal,“ tegasnya sembari menyebut salah satunya melalui kelompok atau organisasi wanita.
Menurut Yayuk, seyogyanya dalam pelaksanaan pendidikan tidak perlu ada pembedaan perlakuan gender, namun dalam hal tertentu apabila harus melakukan pembedaan maka pembedaan gender itu sesungguhnya dapat dilaksanakan, sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Persoalannya justru muncul ketika perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan yang termanifestasi dalam bentuk marginalisasi,subordinasi,stereotype dan diskriminasi, pelabelan negatif, maupun kekerasan.
Sementara itu Kabid Kelembagaan PUG dan PUA BPPKB Jatim Dra. Dwi K. Wardhani Danakusumo, MM. mengatakan bahwa upaya perbaikan kondisi atau pencapaian kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan tersebut dilandasi oleh berbagai kesepakatan baik di tingkat global/dunia, maupun kesepakatan nasional.
Yang menjadi dasar pengarusutamaan gender adalah Inpres No.9/2000 dan Permendagri No.15 Tahun 2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah.
Kebijakan netral dan bias gender tidak mempertimbangkan bahwa pengalaman, aspirasi, dan kebutuhan laki-laki dan perempuan berbeda. Sehingga perlu kebijakan untuk merespon kondisi tersebut dengan memastikan bahwa laki-laki dan perempuan mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam setiap bidang pembangunan untuk menuju keadilan dan kesetaraan gender yang pada akhirnya mewujudkan masyarakat adil dan makmur. (aji)

edisi 59

Ketua Yayasan DWP Kabupaten Magetan
Melepas Kelulusan Siswa SMK Yosonegoro


Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yosonegoro Magetan melaksanakan acara pelepasan Siswa Kelas XII Periode Kelulusan 2010/2011, pada Jumat (20/5). Kegiatan ini dihadiri Ketua Yayasan DWP Kabupaten Magetan, Hj. Nanik Sumantri, S.Pd. M.Pd yang berkenan melepas siswa SMK Yosonegoro Magetan. Secara simbolis pelepasan siswa ditandai dengan pelepasan atribut dan dikembalikannya siswa kepada orang tua masing-masing. Pada kesempatan tersebut, hadir Ketua Dharma Wanita Kabupaten Magetan Ny. Endang Abdul Azis, S.Sos beserta pengurus, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Magetan, Komite Sekolah, Pengurus Yayasan serta para orangtua wali murid.
Dalam sambutannya, Hj. Nanik Sumantri, S.Pd. M.Pd menyampaikan selamat kepada para wisudawan atas kelulusannya. Beliau berpesan agar tidak lupa diri dalam merayakan keberhasilan tersebut, karena jalan yang harus ditempuh untuk meraih cita-cita masih panjang. Selain itu beliau juga menyampaikan ucapan selamat dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pengelola sekolah yang telah mengantarkan seluruh siswa peserta ujian sehingga dapat lulus 100%.
SMK Yosonegoro telah menjadi SMK SBI Aliansi dan telah memilki sertifikat pelayanan mutu yang berbasis ISO 9001: 2008, maka hendaknya tradisi kelulusan 100% ini dapat terus dipertahankan dan selalu mencari inovasi pelayanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di SMK Yosonegoro, ujar nya pula.
Dalam kesempatan tersebut, Hj. Nanik Sumantri, S.Pd. M.Pd juga memberikan hadiah dan uang pembinaan kepada siswa-siswa yang berprestasi. Pada akhir acara, dilakukan serangkaian pentas seni antara lain reog, tari-tarian, dan pertunjukan lainnya yang dilakukan oleh siswa dan guru SMK Yosonegoro Magetan. Selama pelaksanaan, acara berlangsung hikmat tanpa suatu gangguan apapun.
Sampai saat ini, jumlah tamatan SMK Yosonegoro tahun ini yang telah terserap di dunia kerja sebanyak 34,6% antar lain di Auto 2000, PT. Astra Internasional, PT Showa dll. Selain itu banyak pula siswa yang telah mandiri dengan membuka usaha perbengkelan. Untuk menjalin hubungan antara alumnus dan pihak sekolah, maka dibuka fasilitas media berupa SMS Gateway, email dan website. (hms)

Senin, 05 September 2011

edisi 59- bude resmikan pasar murah Harkop Sumenep


edisi 59- bude HUT Koperasi di Sumenep


Pemkab Gelar Operasi Bibir Sumbing Gratis

Peringatan HUT RI dan HUT Ngawi
Pemkab Gelar Operasi Bibir Sumbing Gratis

Dalam rangka memperingati Hari Jadi Ngawi ke 653 dan HUT RI ke 66, Tim Penggerak PKK Kabupaten Ngawi menggelar operasi bibir sumbing di RSUD dr. Soeroto. Bibir sumbing atau yang dalam bahasa ilmiahnya disebut dengan istilah labioschisis ini memang banyak terdapat di Ngawi. Tak heran bila operasi gratis yang dilaksanakan bekerja sama dengan Yayasan Permata Sari Semarang ini mendapat sambutan antusias masyarakat khususnya anak anak dan balita dari Kecamatan Karangjati, Widodaren, Karanganyar dan Pitu.
Menurut Ketua Tim Penggerak PKK Ny. Antik Budi Sulistyono, PKK bermitra dengan Yayasan Permata Sari Semarang yang menerjunkan tim medisnya, untuk membantu tindakan medis yang diperlukan seperti melakukan pembedahan dan penyempurnaan fisik bibir sumbing. Wakil Bupati Ony Anwar Harsono yang juga terlihat dalam operasi ini, mengharapkan bahwa kegiatan bhakti sosial semacam ini sangat bermanfaat, khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu.
“Dengan operasi gratis semacam ini, masyarakat yang kurang mampu bisa terbantu dan juga bisa merasakan pelayanan kesehatan yang baik,” ungkapnya. “Pemkab Ngawi memiliki rencana, ke depannya Ngawi bisa terbebas dari bibir sumbing. Untuk itu kegiatan kegiatan semacam ini akan lebih ditingkatkan dan mungkin akan diagendakan rutin setiap memperingati Hari Jadi Kota Ngawi dan HUT Republik Indonesia,” imbuhya.
Harapan Wakil Bupati ini juga didukung oleh semua pihak. dr. Hendro Wahyudiono, Direktur Rumah Sakit dr. Soeroto, mengatakan rata rata penderita bibir sumbing di Ngawi memang masih anak anak atau Balita sehingga ketika mereka di operasi pengembalian bentuk bibir ke bentuk normal bisa dilakukan lebih mudah. Hal ini juga diperkuat oleh pihak Yayasan Permata Sari yang berpengalaman untuk melakukan operasi bibir sumbing di beberapa daerah di Jawa Tengah. Menurut Endang Karsono selaku ketua yayasan, cacat bawaan seperti bibir sumbing ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kekurangan gizi dan mineral, keturunan dan ketidakmampuan secara ekonomi. Untuk itu pihaknya akan selalu siap untuk membantu bila diperlukan. (Humas Ngawi)

Melindungi Anak-anak Terlantar

Prof. Dr. Rika S. Triyoga, dr, SKM
Melindungi Anak-anak Terlantar
Pernah mengenyam pendidikan di fakultas kedokteran membuat Prof. Dr. Rika S. Triyoga, dr, SKM. tertantang untuk memperkaya dan mengabdikan ilmu yang didapatnya itu ke masyarakat. Salah satu bentuk kepeduliannya itu adalah dengan aktif di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim). Di lembaga sosial itu Prof Rika, begitu ia disapa menjabat sebagai ketua. Tentu saja, tugas Prof Rika tidaklah ringan. Salah satu tugas utamanya adalah melindungi anak-anak di bawah umur yang mengalami kekerasan dan pelecehan, baik dari orangtuanya sendiri, keluarga, maupun dari orang-orang di sekitarnya.
Pada tahun 2011 ini adalah merupakan periode terakhir Prof.Rika menjabat sebagai Ketua LPA Jatim. LPA Jatim sendiri merupakan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang berdiri sejak Tahun 1998 dan beranggotakan 9 orang yang semuanya dosen dari berbagai perguruan tinggi. Selama memimpin di LPA Jatim, sudah banyak laporan yang masuk dari berbagai pelosok kota.
Prof. Rika yang juga Tim Ahli Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jatim ini menjelaskan, dari sekian banyak laporan, yang paling banyak dijumpai adalah kasus anak ditelantarkan oleh kedua orangtuanya karena kesibukan masing-masing (bekerja). Akibatnya si anak jadi terlantar dan mudah terpengaruh hal-hal negatif.
“Banyak anak yang tidak diperhatikan kedua orangtuanya karena mereka sibuk bekerja. Terutama bagi anak yang orangtuanya bekerja sebagai TKI, hal itu akan membuat si anak menjadi tidak terurus dan mudah terpengaruh hal-hal negatif ,” ujar Prof.Rika yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Tenaga Kesehatan (AIPTINAKES) Jatim
Untuk mengatasi hal tersebut, Prof Rika mengandeng beberapa institusi pemerintah untuk bekerjasama, diantaranya adalah Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Depertemen Hukum dan HAM, dan Bapenas.
Selain menjabat sebagai Ketua LPA Jatim, nenek dua cucu masing-masing Alif Bagas dan Bintang S. ini juga menjabat sebagai dosen Fakultas Kedokteran di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan menjadi Guru Besar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair). Sebelum diangkat menjadi Guru besar ia menjadi dekan yang pertama di Fakultas tersebut yaitu tahun 1994-2000.
Ditanya mengenai kegemarannya, Prof Rika menjawab; mengajar merupakan kegiatan yang digemarinya, “Karena dengan mengajar saya dapat menerapkan ilmu yang dulu saya peroleh,” jelas ibu dari Retno Adriyani. S.T, Inkes ini.
Begitu banyak kegiatan yang dijalaninya tak membuat wanita yang bersuamikan Triyogo Suwondo, BA ini prihatin. Banyak kegiatan itu justru membuatnya semakin bersemangat untuk menjalaninya. “Daripada kita di rumah dan ngomongin orang lebih baik kita beraktifitas dan bertemu banyak orang,” tegasnya.
Meskipun begitu padat aktifitas yang dijalani, akan tetapi ia masih meluangkan waktunya untuk keluarga. “Kalau ada waktu luang saya biasanya di rumah dan kumpul bersama keluarga, karena biar bagaimanapun keluarga adalah prioritas utama,” tambahnya. (aji)
BIODATA:
NAMA : Prof. Dr. Rika S. Triyoga, dr., SKM.
SUAMI : Triyogo Suwondo, B.A
Anak : Retno Adriyani. S.T, Inkes
Cucu : Alif Bagas dan Bintang S.
Karier :
Guru Besar UNAIR
FKM UNAIR Dekan ke – 1 tahun 1994-2000
WHO- Short Tera Consultant (SEARO) - New Delhi
Dosen FK UWKS
Ketua LPA JATIM
Tim Ahli Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jatim
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Tenaga Kesehatan (AIPTINAKES) Jatim

cover edisi 59

Mona Amellia Pirih
Melanjutkan Misi Sang Ayah,
Berjuang Meningkatkan Kualitas Hidup Mantan Petinju

Walau sudah lama vakum didunia olahraga cabang tinju, Mona Amellia Pirih tidak begitu saja meninggalkan olahraga tersebut. Ia kini banyak berkecimpung kegiatan sosial dan hobi.

Sosok Mona Amellia Pirih dikancah dunia cabor tinju sudah tidak asing di Jawa Timur. Dirinya sempat menghilang dari dunia yang membesarkannya. Namun Mona masih aktif di kegiatan sosial dan hobi. “Saya lebih banyak di alam sekarang. Lihat kulit saya agak menghitam,” kata Mona. Wanita yang masih terlihat cantik itu mengaku menghabiskan waktu untuk snorkeling, diving, dan fotografi alam. “Semua yang berhubungan dengan alam. Itu aktifitas saya selama ini,” ujar Mona.
Saat disapa Kirana beberapa waktu lalu, Mona pun bercerita. Wanita kelahiran Surabaya, 3 Februari 1974 awalnya menyukai dunia olahraga tinju dari seringnya diajak sang ayah, Edy Pirih, nonton tinju sejak usia delapan tahun. Ia mengakui dirinya sempat menjerit dan ketakutan ketika melihat petinju saling memukul apalagi sampai cedera. “Jujur saja, saat itu saya sempat menangis melihat petinju jika bertarung. Saya sempat heran dengan ayah saya ini karena dari empat saudara hanya saya saja yang boleh ikut nonton tinju. Namun karena ayah cinta dan selalu memberi pengertian pada saya akhirnya terbiasa juga melihat olahraga tinju ini,” kenang ibu dari Jennifer Agatha, Shania Natasha dan Sean Ryan ini.
Sejak tahun 2004 lalu wanita yang memiliki jiwa sosial ini pernah memegang jabatan strategis yakni sebagai manager tinju. Saat itu pula, dirinya sudah digembleng ayahnya mewarisi keahlian dalam menangani pertinjuan Indonesia. “Saya akan berusaha dan berjuang untuk memperhatikan nasib para petinju kita ini. Ini adalah perjuangan ayah dan saya akan melanjutkannya,” ujarnya wanita murah senyum ini.

Prihatin Pada Mantan Petinju

Disisi lain, absennya Mona dari dunia tinju untuk merencanakan menaikan taraf hidup mantan petinju. Menurutnya, dirinya sudah banyak melihat mantan-mantan petinju yang hidupnya serba terbatas. “Banyak sekali mantan petinju kita serba kekurangan dalam segi ekonomi. Padahal mereka adalah sebuah aset yang besar bagi promotor maupun manager dan negara itu sendiri. Kenapa mereka harus dilupakan?” bebernya.
Mona menuturkan banyak petinju yang tak punya latar pendidikan cukup, sehingga ketika mendapat uang, lupa diri dan tak terkontrol hidupnya. “Setelah pensiun, kaget dan sulit mencari pekerjaan karena bekalnya hanya pensiunan tinju saja,” urai pewaris Pirih Boxing Camp ini.
Dirinya merasa iba dan sangat prihatin sekali dengan kondisi para mantan petinju Indonesia. Ia memaparkan, banyak sekali mantan-mantan petinju Indonesia hanya bekerja sebagai penagih hutang, penjaga rumah hiburan malam, security dan bodyguard. Bagi Mona, pekerjaan seperti itu sangat tidak layak bagi mantan pentinju Indonesia sekarang. “Banyak sekali mantan-mantan petinju kita kerjanya seperti itu. Untuk itu, saya akan berusaha untuk mengangkat martabat mantan petinju kita untuk bekerja sebagai mana layaknya, mulai jadi pelatih sampai promotor dan bisa mencari bibit baru,” ujar Mona penuh semangat.

Berusaha Membantu Mantan Petinju

Tahun ini merupakan pijakan pertama Mona untuk memulai misi mulia itu. Ia berusaha dan memperjuangkan nasib para petinju professional untuk lebih baik lagi dalam segi profesionalnya dan kesejehteraan hidup sebagai seorang petinju. “Saya akan berusaha semampu mungkin untuk mengangkat martabat seorang petinju kita ini. Dan ini, jangan disia-siakan oleh kita sendiri. Untuk itu saya minta doa restunya pada masyarakat pecinta olahraga tinju untuk mewujudkan impian ayah saya maupun petinju Indonesia,” ujarnya berharap.
Usaha Mona telah dibuktikan dengan mengangakat seorang mantan petinju yang kini telah menjadi seorang promotor profesional. “Jika mantan petinju saat ini masih bekerja sebagai penagih hutang dan yang lainnya, tidak ada kata terlambat untuk mengubah profesinya. Seperti halnya saudara Mudahfar Danu yang saya tunjuk menjadi seorang promotor dan ini bisa menjadi contoh bagi para petinju kita nanti,” ujar yang suka humor ini.
Selain itu juga, Mona berharap pada pemerintah untuk lebih memperhatikan para atlet tinju maupun mantan petinju untuk memberi kehidupan layak. Mona menegaskan kembali bahwa petinju merupakan aset besar bagi pemerintah maupun negara itu sendiri. Untuk itu, pemerintah harus peduli dengan kehidupan petinju mulai dari segi ekonomi maupun kesejehteraan keluarganya.
“Jujur saja, saya harus mengadu kepada siapa untuk para nasib para mantan petinju ini. Untuk itu, pemerintah harus ikut andil dalam menangani masalah ini. Mengapa mereka harus dilupakan jasanya yang pernah mengharumkan nama bangsa maupun daerahnya. Bukan hanya diberi rumah saja tetapi anak-anak mereka bisa diikutkan beasiswa lewat asuransi. Selain itu saya berharap peran pers juga ikut andil untuk mantan petinju ini. Untuk itu, saya akan memperjuangkan jasa-jasa para petinju nanti mulai dari keluarganya,” tambah wanita single parent ini. (ali)